Selasa, 22 Maret 2011

POLITIK KAB TALAUD

  1. Hasan Siap Nahkodai KNPI Talaud
                                                                                                   Pos :20-03-2011
Melonguane-PC,  Tensi politik dalam perebutan kursi ketua Komite Pemuda Nasional Indonesia (KNPI) Kabupaten Talaud periode 2011-2014 belakangan ini kian memanas. Pasalnya semua kandidat yang ada terus menunjukan kegigihanya atau kekuatanya masing-masing.
Sebut saja srikandi Talaud Sri, Irwan Hasan, SE salah satu kandidat Ketua KNPI kabupaten Talaud ketika dihubungi oleh Media Sulut Selasa (15/02) tadi malam mengatakan bahwa dirinya saat ini telah siap untuk berkompetisi dalam ajang pemilihan ketua KNPI. Sebab sesuai hasil konsolidasi dibeberapa wilayah Kecamatan yang ada di Kabupaten Talaud, maka dirinya saat ini sudah mengantongi suara yang signifikan. Ujar Legislator Talaud ini dengan penuh keyakinan.
Ternyata pengakuan ini juga turut dibenarkan oleh tokoh pemuda Talaud Maxi Sarunduitan saat menghubungi harian ini. Menurut Maxi bahwa benar ibu Sri saat ini telah mendapat dukungan penuh dari OKP-OKP yang ada. Namun hal ini belum bisa dibeberkan secara detail karena mereka akan melihat sejauh mana perkembangan dinamika politik yang belakangan ini. Tandasnya.
Manalip yakin dirinya bisa memenangkan kompetisi ini. Asalkan tidak ada permainan curang. Karena organisasi KNPI tersebut adalah organisasi kader yang tidak diintervensi oleh partai politik manapun. Sifatnya independen”. Ungkap Manalip. Oleh sebab itu Wanita cantik ini berharap agar dalam kompetisi nanti sesama kandidat dapat berkompetisi secara “fair “ tidak ada permaninan money politik”. Sebab yang perlu dijaga adalah independensi organisasi KPNI tersebut. Kunci Manalip. (Jekman Wauda ).


2. APBD TA 2011 Kabupaten Kepulauan Talaud Tidak pro kepentingan Daerah 


                                                                                                             Post : 20-03-2011

Melonguane-PC, APBD  TA 2011 Kabupaten Kepulauan Talaud Tidak pro kepentingan Daerah dan tidak pro kepentingan dan kebuthan  Rakyat.
Ini merupakan cerminan Pemerintahan di Bawah Kepemimpinan plt. Bupati  Drs. C. Ganggali dan Plts. Sekda (yg juga sebagai Ketua Tim Anggaran Eksekutif) tidak memiliki komitmen yg kua
membangun daerah dan  meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kesannya bahwa pemerintahan  hanya hanya memfokuskan perhatian pada hal-hal yg tidak menyentuh kepentingan masyarakat.  Pemerintahan  seolah-olah tidak mau tahu, atau mungkin  memang benar-benar tidak mampu mengelolah menyelenggarakan pemerintahan, atau pura-pura tidak tahu dengan hala-hal yg subtatif Karena  punya prioritas  lain (untuk kepentingan tertentu).
Khusus  SKPD Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah, setelah APBD disahkan DPRD, jabarannya  berupa Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) yang di berikan oleh SKD DPPKAD (Dinas Pengelolaan Keuangan Aset Daerah),  ternyata  Anggaran yang disediakan  hanya untuk  kebutuhan Rutin, seperti: Pelayanan Administrasi Perkantoran : (jasa surat menyurat; jasa komunikasi, air dan listrik; Penyediaan jasa pemeliharaan  Kendaraan dinas; kebersihan kantor; atk; barang cetakan dan penggandaan;  bahan bacaan, makan minum; rapat-rapat koordinasi semuanya Rp.136,5 jt… di tambah dengan Peningkatan Sarana  berupa pengadaan desktop 1 unit  Rp. 13, 5jt dan pemeliharaan kendaraan dinas sebesar  Rp.3, 5 jt.
Sementara empat bidang  di lingkungan BKPMD hanya jadi bidang papan nama. Karena  keempat bidang tersebut tidak ada kegiatan atau program kerja yang dapat di rumuskan karena tidak ada anggarannya karena semuanya di pangkas.
Jadi apabila pimpinan daerah  mau berkaor-kaor  soal  para pejabat untuk meningkatkan kinerja,  kinerja mana yang mau di tingkatkan… kan lucu…dan aneh tapi nyata…berarti  pimpinan yang tidak mau tahu atau bisa juga karena memang tidak bisa/ tidak mampu…
Tahun 2011  adalah  tahun investasi  dan kegiatan  untuk pengembangan iklim  investasi  yang merupakan keharusan yang tidak bisa diabaikan.. sementara pimpinan daerah  menutup mata dan telinga pura-pura tidak  mengerti sehingga mengabaikan  penganggaran  kegiatan di maksud yang justru sangat substansial dan urgen (Padahal salah satu bidang di tubuh SKPD BKPMD Kabupaten Kepulauan Talaud adalah Bidang Pengembangan Iklim Investasi). Dari  Penyiapan Organisasinya  sudah ada tapi  komitmen untuk menggerakan tidak ada, karena  mana ada institusi  yang dapat bergerak dengan program kegiatannya tanpa  didukung anggaran, walaupun  di tempati oleh Superman sekalipun.
Melihat  dan mencermati fenomena ini saja, dapat dilihat  bahwa barisan kepemimpinan dibawah pimpinan Drs. C. Ganggali (Plt. Bupati) dan Deni R. Tatuwo,SE (Plt SEKDA/ Ketua Tim Anggaran Eksekutif),  sudah jelas-jelas  tidak mampu alias sebaiknya  mengundurkan diri saja,.. daripada   kepentingan daerah  terabaikan sehingga menjadi matisuri (kelihatan hidup tapi tanpa aktifitas yang menyentuh  sendi dasar kehidupan masyarakat dan kepentingan daerah yang mendasar dan subtansial).
Hingga  saat  ini, anggaran daerah lebih dikonsentrasikan untuk hal yang tidak menyentuh  kepentingan vital masyarakat karena  selain di gunakan untuk kepentingan pribadi oknum tertentu, anggaran daerah di konsentrasikan untuk  mengadapi  masalah hukum para pejabat dan beberapa oknum staf  pegawai Kabupaten Kepulauan Talaud yang telah salah  kelolah pekerjaannya  dan  mengarah pada penyimpangan yang berimplikasi  hukum (korupsi). By. E. Ulaen



 3. Pimpinan DPRD Desak Hasil Kerja Pansus Agar Secepatnya Dilaporkan

                                                                                                              Post : 20-03-2011


Melonguane-PC, Pimpinan DPRD Kabupaten Kepulauan Talaud Drs Engelbertus Tatibi, ME mendesak pansus agar secepatnya memasukan rekomendasi hasil kerja Pansus sehingga program kerja yang sudah diprogramkan bisa segera terealisasi. Hal tersebut diungkapkan Tatibi lewat selulernya saat menghubungi Media Sulut Jumat (11/02) kemarin. Dirinya bahkan menganjurkan agar kedua pansus yang sudah terbentuk agar secepatnya mengeluarkan rekomendasi secara resmi sebagai hasil pansus baik Pansus ganti rugi tanah maupun pansus beasiswa agar anggarannya segera terealisasikan untuk dibayarkan.
 
Hal tersebut perlu dilakukan mengingat bahwa para mahasiswa Talaud yang sedang menempuh pendidikan di Univeritas Multi Media (UMM) maupun  yang ada di Australia sangat tergantung pada anggaran tersebut Ungkap Tatibi.

Selanjutnya dirinya juga mendesak agar pansus ganti rugi tanah juga segera menginventarisir semua tanah yang menjadi milik daerah secara resmi berdasarkan persuratanya masing-masing, sehingga dapat diketahui berapa aset daerah dalam bentuk tanah. Demikian juga bisa diketahui berapa aset daerah dalam betuk tanah yang sudah terbayar maupun belum terbayar. Karenanya dirinya berharap agar hasil kerja pansus segra dilaporkan secara resmi terhadap Pimpinan DPRD yang selanjutnya untuk segra diparipurnakan.
 
Selanjutnya pimpinan Golkar talaud itu juga meminta kepada kedua pansus tersebut, agar kalaupun mislnya ada temuan-temuan yang janggal sebaiknya segra disampaikan kepada pemerinrah daerah atau instansi yang menangani hal itu untuk diselesaikan secara terbuka transparan sehingga tidak ada indikasi kecurigaan terhadap Masyarakat.  Tandas Tatibi. (Jekman Wauda)


 

 
 

Minggu, 20 Maret 2011

tourism mane'e in talaud

 bhs.Indonesia.....................................................................


Jarang ada penangkapan ikan yang didahului dengan menggiring ikan menggunakan rotan yang diikat janur dan dilakukan beramai-ramai dari kedalaman tiga meter, kemudian dikurung di lokasi tertentu di pesisir pantai. Peristiwa unik tersebut masih dilakukan masyarakat pada sejumlah pulau di Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara.
 
Keunikan peristiwa tersebut telah berkembang menjadi cerita hangat di kalangan para petualang di dalam dan luar negeri. Maka, ketika pada awal Maret 2007, PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) menyebarkan informasi tentang acara Festival Mane’e di Pulau Intata, Kabupaten Talaud, pada 21 Mei 2007, sebanyak 40 warga Jepang langsung mendaftarkan diri pada ASEAN-Japan Centre: pusat promosi perdagangan, investasi, dan pariwisata ASEAN yang berkantor pusat di Tokyo.
Mereka ingin menyaksikan langsung dan mengikuti seluruh proses penangkapan ikan secara tradisional tersebut. “Sudah lama saya mendengar cerita tentang Mane’e. Kisahnya membuat saya sangat penasaran dan ingin segera menyaksikan langsung, tetapi baru kali ini kesempatan itu datang,” kata Naoko Miyazaki yang tinggal di Tokyo, Jepang.
Sejarah
Naoko mengaku sejak akhir Maret 2007, dia bersama tiga temannya mulai mengumpulkan bahan-bahan dan informasi tentang Mane’e, sejarah, serta kebudayaan masyarakat Kepulauan Sangihe dan Talaud. Informasi yang terkumpul sangat menarik sehingga membuat mereka meyakini perjalanan wisata kali ini ke Indonesia pasti sangat memuaskan.
Di tengah persiapan yang makin matang untuk menuju ke Pulau Intata, ke-40 calon wisatawan asal Jepang mendapat kabar tentang perubahan waktu pelaksanaan Festival Mane’e; dari semula 21 Mei 2007 menjadi 23 Mei 2007. Perubahan itu tersiar di Jepang pada awal Mei
2007.
Akibatnya, 36 calon wisatawan asal Negeri Sakura itu langsung membatalkan rencana untuk mengikuti Festival Mane’e. Alasannya, jadwal perjalanan wisata mereka ke Indonesia dan beberapa negara di Asia Tenggara sulit diubah lagi. Kalau memaksakan diri untuk mengikuti acara Mane’e pada 23 Mei 2007, berarti akan merusak sebagian besar rencana perjalanan.
Sepekan menjelang festival tersiar kabar lagi bahwa acara Mane’e di Pulau Intata tetap digelar pada 21 Mei 2007. “Berita ini terdengar setelah 36 turis Jepang telanjur membatalkan rencana perjalanan ke Intata. Jadi, tidak ada manfaat lagi,” ujar Naoko, wisatawan Jepang, yang bersama tiga temannya dari Tokyo memilih tetap ke Pulau Intata.
Belum dikelola
Mane’e memang sungguh istimewa. Misalnya, penentuan waktu acara didasarkan pada perhitungan gerakan bintang dan pasang-surut tertinggi air laut. Lokasi penyelenggaraan Mane’e telah disterilkan dari penangkapan ikan.
Dari sembilan lokasi di Pulau Intata dan sekitarnya satu lokasi di antaranya penangkapan ikan hanya dibolehkan sekali dalam setahun saat acara Mane’e. Delapan lokasi lainnya sterilisasi berlaku selama enam bulan. Luas setiap lokasi berkisar enam sampai delapan hektar. Di luar lokasi Mane’e, nelayan tetap menangkap ikan sepanjang tahun.
Setelah ikan digiring dengan janur yang terikat pada rotan ke sebuah kolam di dekat pantai, semua warga masyarakat diizinkan menangkapnya dengan tangan. Hasil tangkapan itu bisa dikonsumsi di rumah masing- masing.
Seiring dengan perkembangan zaman, Mane’e pun menjadi populer di berbagai pelosok dunia. Bahkan, kemudian berubah menjadi ikon pariwisata di Kepulauan Talaud. Apalagi, tradisi yang telah berlangsung ratusan tahun itu tidak dijumpai di daerah lain.
Akan tetapi, pemerintah daerah, masyarakat adat, dan pelaku usaha di daerah tersebut belum mampu mengelola kegiatan Mane’e untuk menjaring wisatawan, termasuk dari mancanegara. Salah satu contoh adalah perubahan jadwal acara Mane’e saat menjelang kegiatan.
Selain itu, selama Mane’e berlangsung pun penyelenggara tidak pernah memastikan kapan proses penangkapan ikan dimulai. Akibatnya, banyak tamu dari luar Kepulauan Talaud yang tidak bisa menyaksikan seluruh proses penangkapan ikan. Saat mereka tiba di kolam pengurungan ikan, kegiatan Mane’e sudah selesai.
“Sejak awal April 2007 saya sudah menyiapkan diri untuk mengikuti serta merekam seluruh proses kegiatan Mane’e. Kami datang jauh-jauh dari Jepang karena acara seperti ini sangat langka. Karena itu, kami ingin melihatnya langsung. Tetapi, kami tidak bisa merekam seluruh proses itu karena waktu penangkapan ikan secara massal yang disampaikan panitia di Pulau Intata berbeda dengan fakta yang dilakukan nelayan,” ungkap wisatawan asal Jepang Nobuko Otsu bernada kecewa.
Langkah selanjutnya
Kekecewaan juga diutarakan Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Wisata Bahari (Gahawisri) Didien Junaedy. “Turis itu rela datang ke suatu kegiatan semata-mata mau melihat prosesnya. Itulah momentum yang dinilai paling penting dan paling bernilai,” ujar Didien.
Masalah tersebut timbul, lanjutnya, karena lemahnya koordinasi pihak penyelenggara Festival Mane’e mulai dari tingkat pusat hingga kecamatan. Jika acara Mane’e ingin dijual sebagai obyek wisata, mestinya penangkapan ikan secara massal diatur secara bertahap. Misalnya, penangkapan pertama dilakukan tamu dari luar Talaud, atau wisatawan asing. Setelah itu, menyusul masyarakat setempat dan sebagainya.
Mengapa wisatawan asing itu didahulukan? Karena mereka akan bisa bercerita dan menginformasikan kepada wisatawan lainnya di seluruh pelosok dunia. “Apabila upacara Mane’e memberi kesan positif, pada kegiatan berikutnya pasti diminati banyak turis asing,” kata Didien.
Selain itu, waktu penyelenggaraan acara Mane’e juga harus ditetapkan setahun sebelumnya. Hal ini penting karena bagi turis mancanegara, setiap perjalanan wisata ke luar negeri selalu
dijadwalkan beberapa bulan sebelumnya, disertai penetapan waktu dan lama kunjungan di setiap lokasi, serta biaya.
Di samping itu, penjadwalan yang jelas akan memudahkan perusahaan agen wisata untuk menjual acara Mane’e ke luar negeri. Termasuk menjalin kerja sama dengan sejumlah perusahaan pelayaran untuk menjadwalkan kunjungan kapal ke Pulau Intata guna mengangkut para wisatawan yang ingin menyaksikan Mane’e.
Wardiyanto, Staf Ahli Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, mengemukakan bahwa perlu dibangun visi bisnis pariwisata di kalangan masyarakat dan aparatur pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud. Langkah ini penting agar potensi yang besar ini memberikan kontribusi
ekonomi bagi daerah dan masyarakat setempat.
Pilihan lain yang perlu dilakukan adalah membuat strategi besar untuk menjadikan Mane’e sebagai aset pariwisata. Mulai dari penyediaan fasilitas pendukung hingga aspek sosial, sehingga wisatawan merasa nyaman, aman, dan menikmati selama berkunjung ke wilayah tersebut.


Bhs Englis...............................................................


Rarely there is fishing, which is preceded by herding fish using leaf and rattan tied performed rollicking from a depth of three meters, then locked up at certain locations on the coast. Unique event is still done on a number of island communities in the District Talaud, North Sulawesi.





The uniqueness of this event has grown into a warm story among the travelers at home and abroad. So, when in early March 2007, PT Indonesian National Shipping (Pelni) disseminate information about events on the Island Festival Mane'e Intata, Talaud district, on May 21, 2007, as many as 40 Japanese citizens directly enroll in the ASEAN-Japan Centre: promotion center trade, investment, tourism and ASEAN which is headquartered in Tokyo.
They want to watch live and follow the entire process of traditional fishing. "I have long heard stories about Mane'e. Her story made me very curious and anxious to see directly, but only this time the opportunity came, "said Naoko Miyazaki who lives in Tokyo, Japan.
History
Naoko claimed since the end of March 2007, he was with three friends began to gather materials and information about Mane'e, historical, and cultural community and the Sangihe Talaud. The information collected is very attractive that makes them believe this trip to Indonesia must be very satisfying.
In the midst of preparation for the more mature to get to the island Intata, the 40th candidate for tourists from Japan got the news about changes in timing of the Festival Mane'e; from its original May 21, 2007 to May 23, 2007. The change was broadcasted in Japan in early May
2007.
As a result, 36 potential tourists from the State Sakura immediately cancel plans to attend the Festival Mane'e. The reason, their tour schedule to Indonesia and several countries in Southeast Asia hard to change again. If you force yourself to follow Mane'e event on May 23, 2007, means that it will destroy most of the travel plan.
A week before the festival, word got out again that the events on the island Intata Mane'e still held on May 21, 2007. "This news came after 36 Japanese tourists already canceled plans to travel to Intata. So, no more benefits, "said Naoko, Japanese tourists, who with three friends from Tokyo chose to stay on the island Intata.
Not managed
Mane'e was really special. For example, the timing of events based on the calculation of the movement of stars and the highest tides of the sea. Mane'e venue has been sterilized from catching fish.
Of the nine locations on the island and surrounding Intata one location of which fishing is allowed only once a year when the event Mane'e. Eight other locations sterilization valid for six months. Area of
​​each location ranges from six to eight hectares. Outside location Mane'e, fishermen still catch fish throughout the year.
After the fish herded by leaf attached to the cane into a pond near the beach, all citizens are allowed to catch by hand.
The catch is it can be consumed in their homes.
Along with the times, Mane'e also become popular in many corners of the world. In fact, later turned into an icon of tourism in Talaud Islands. Moreover, the tradition that has lasted hundreds of years was not found in other areas.
However, local governments, indigenous peoples, and businessmen in the area have not been able to manage activities to attract tourists Mane'e, including from foreign countries. One example is the change in schedule Mane'e event just before the activity.
In addition, during Mane'e organizers never lasted too sure when the fishing begins. As a result, many guests from outside the Islands Talaud who can not watch the entire process of catching fish. When they arrived at the pond fish confinement, Mane'e activities already completed.
"Since the beginning of April 2007, I have prepared myself to follow and record the entire process Mane'e activities. We came all the way from Japan because of events like this are very rare. Therefore, we want to see it directly. However, we could not record the whole process because of time fishing in bulk delivered Intata different committees on the island with the fact that fishermen do, "said Nobuko Otsu Japanese tourist pitched disappointed.
The next step
Disappointment was also expressed the Secretary-General of the Association of Marine Tourism (Gahawisri) Didien Junaedy. "Tourists were willing to come to an activity solely want to see the process. That momentum is considered the most important and most valuable, "said Didien.
These problems arise, he added, because of weak coordination Mane'e Festival organizers from the central to district. If the event Mane'e want to be sold as tourism, fishing should be a gradual mass. For example, the first arrest made guest from outside Talaud, or foreign tourists. After that, following the local community and so forth.
Why do foreign tourists that come first? Because they will be able to tell and inform the other tourists all over the world. "When the ceremony Mane'e give a positive impression, on the next activity would interest many foreign tourists," said Didien.
In addition, the time of the event Mane'e also be set a year earlier. This is important because for foreign tourists, any trips abroad are always
scheduled several months earlier, along with the timing and duration of visits at each location, and cost.
In addition, a clear schedule will allow travel agents to sell the company Mane'e events abroad. Includes a long term cooperation with a number of shipping companies to schedule a visit to the Island Intata ship to transport the tourists who want to see Mane'e.
Wardiyanto, Advisor to the Minister of Culture and Tourism, said that the need to build a business vision of tourism in the community and government officials Talaud Islands.
This step is important for this great potential to contribute
for the local economy and local communities.
Another option that needs to be done is to create a grand strategy to make Mane'e as a tourism asset. Starting from the provision of supporting facilities to the social aspect, so that visitors feel comfortable, safe, and enjoy during a visit to the region.


Sabtu, 19 Maret 2011

Sejara kepulauan Talaud


Konon pada zaman dahulu kala, di wilayah bibir pasific ada satu gugusan kepulauan sejak zaman sebelum masehi telah mengalami masa kejayaan atau keemasan dimana ketika itu walaupun sistem perdagangan masih bersifat barter atau apapun sebutannya tetapi wilayah itu sudah makmur kehidupan masyarakatnya, hingga pada zaman kerajaan Majapahit wilayah ini merupakan bagian dari kerajaan Majapahit yang bernama Udamakatraya.

Kepulauan tersebut dalam sebutan lamanya adalah Maleon (Karakelang), Sinduane (Salibabu), Tamarongge (Kabaruan), Batunampato (Kepulauan Nanusa) dan Tinonda adalah Miangas. Perjalanan panjang masyarakat yang mendiami gugusan kepulauan ini, tidak banyak kita temukan dalam prasasti ataupun tulisan-tulisan dan artepak-artepak lainnya, akan tetapi banyak hal bisa di lihat dari peninggalan peninggalan barang keramik dari cina yang terdapat di kuburan-kuburan tua, atau di gua-gua seperti yang telah di ungkapkan oleh seorang peneliti dari Ingris berkebangsaan Swiss yang berdomisili di Australia, yaitu Prof Bellwood. Beliau adalah seorang dosen terbang dari Universitas Chambera, pada tahun 1974 beliau pernah meneliti wilayah ini, di antaranya Gua Bukit Duanne Musi, juga di Salurang Sangihe. Hasil penelitian beliau telah di catat dalam satu tulisan yang di arsipkan di pusat arkeologi Nasional. Prof Bellwood dalam penelitiannya menemukan benda-benda yang diperkirakan berusia 6000 tahun sebelum masehi, yaitu barang-barang keramik, kapak batu dan barang-barang peninggalan lainnya.

Perdagangan barter dan sistim monopoli perdagangan rempah-rempah oleh negara-negara Eropa telah membentuk koloni-koloni perdagangan, yang bertujuan untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah termasuk di wilayah gugusan kepulauan ini. Bangsa Eropa yang pertama kali tiba diwilayah ini adalah bangsa Portugis. Portugis telah menjadikan wilayah kepulauan ini, menjadi wilayahnya agar penguasaan perdagangan rempah-rempah tidak terganggu oleh pedagang dari China, Persia, dan Gujarat dari India, maka tanaman sebagai penghasil rempah-rempah seperti cengkeh, pala dan lainnya di pindahkan penanamannya dari wilaya ini ke Ternate. Portugis berniat untuk memusnahkan (dibabat habis) tanaman rempah-rempah dari wilayah ini. Datanglah masa perjalanan ekspedisi Ferdinand Magelhaens pada tahun 1511-1521 dan tiba di wilayah kepulauan ini dengan seorang kepala armada perahu layar yaitu Santos, Santos telah terbunuh di Mindanao Philipines.

Bangsa Spanyol melanjutkan (ekspedisi Ferdinand Magelhaens) ke kepulauan Ternate dan langsung menjalin hubungan dengan Sultan Ternate Hairun, bangsa Portugis merasa terusik dengan kehadiran bangsa Spanyol. Sultan Hairun diundang ke markas Portugis dan di bunuh, timbulah perlawanan oleh anaknya yakni Sultan Baabulah dengan dukungan Spanyol, kesultanan ternate telah memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke pulau Papua, Sulawesi dan Mindanao.

Menelusuri surga dunia yang hilang (paradise) telah jelas pada catatan-catatan singkat di atas. Paradise hilang oleh karena keserakahan bangsa-bangsa penjajah/koloni–koloni atau penguasa masa itu. Keserakahan dalam penguasaan perdagangan rempah-rempah telah ikut menghilangkan nilai kelangsungan hidup manusia yang menjadi gambaran atau symbol dari sekelompok orang yang mendiami kepulauan di bibir pacific yang disebut dengan Paradise atau Surga, firdaus, yang lebih dikenal dengan nama Porodisa atau gugusan Kepulauan Talaud.

Paradise adalah nama yang indah yang telah tertanam dalam nilai-nilai kehidupan pada setiap pribadi atau individu yang luhur sebagai insan manusia yang meyakini akan sang Maha Kuasa sebagai pencipta lagit dan bumi, laut dan segala isinya, maka Ia adalah Khalik Semesta Alam, Tuhan yang menjaga, melindungi, dan memelihara kehidupan manusia yang berkenan kepadaNya, telah diwarisi secara turun temurun dalam struktur masyarakat adat yang religius, mengikat tali persaudaraan dengan cinta kasih terhadap sesamanya juga terpeliharanya alam lingkungan yang baik untuk mereka hidup.

Tatanan ini tergambar dalam struktur adat di wilayah kepulauan ini, toko-toko adat sebagai pola anutan warganya, menjadi teladan dan di junjung tinggi dalam pengendalian kehidupan sehari-hari warganya, baik sebagai nelayan maupun petani. Pada musim tanam para toko adat berperan untuk menentukan musim tanam (“ iamba matitim” dalam bahasa Talaud ) juga bagi para nelayan dilaut, para toko adat berperan menasehati dan mengadakan upacara adat, dalam pembuatan alat tangkap seperti sampan (assan’a/perahu sanpan) maupun jaring. Peranan toko adat selalu terdepan dalam menampakkan nilai-nilai religiusnya dan di dalamnya para rohaniawan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan warganya, meskipun telah bertahun-tahun lamanya dan di wariskan secara turun temurun, baik jaman masa keemasan kemudian datanglah Portugis, Spanyol, dan Belanda sebagai penjajah tetapi dibalik dari semua itu kehidupan yang religius dalam masyarakat adat telah membuka diri dalam aspek kehidupan rohani dari zaman ke zaman, aspek kehidupan rohani telah menyatu dengan aspek sosial budaya warganya, sehingga sangat sulit untuk di bedakan bahkan hampir tidak mungkin lagi dibeda-bedakan. Kehidupan sehari-hari warga yang hidup diwilayah ini dalam pergulatan hidup dengan bangsa-bangsa Eropa di atas, iman kepercayaan dan adat Talaud tidak luntur dan goyah, hingga masuk dalam zaman kemerdekaan Indonesia, dalam sistem kenegaraan demokrasi pancasila, daerah kecil menjadi kabupaten/kota, Talaud tetap menjadi bagian dari kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud. Meskipun dalam konplik international peranan raja Talaud waktu itu Julius Tamawiwi adalah menjadi putusan akhir dalam sengketa international antara Philipines (Amerika Serikat) dan Hindia Belanda. Pengadilan Abitrase oleh seorang arbitrator mahkamah international Max Huber, telah ditetapkan dan diputuskan bahwa pulau Miangas adalah bagian dari pulau Talaud karena mereka yang mendiami pulau tersebut adalah berbahasa Talaud dalam pergaulan kehidupan sehari-harinya, yang dahulunya disebut Tinonda, seperti yang terungkap dalam syair lagu daerah Talaud, “Tutamandassa” yang di tulis oleh Johanis Vertinatus Gumolung (alm).
Tonggak sejarah peradaban warga Paradise telah dinyatakan kabupaten Kepulauan Talaud resmi berdiri pada tanggal 2 Juli 2002, dengan seorang pejabat negara Drs. F. Tumimbang, sebagai pejabat bupati kabupaten Kepulauan Talaud. Undang-undang No. 8 tahun 2002 telah menetapkan sebagai daerah otonom, ditindaklanjuti dengan peraturan daerah No. 2 tahun 2002 tentang hari ulang tahun kabupaten Kepulauan Talaud yaitu setiap tanggal 2 Juli. Kini timbul kebingungan dengan terpilihnya seorang bupati yang defenitif dalam sidang paripurna DPRD kabupaten Kepulauan Talaud, sejak masa itu penyelenggaraan perayaan hari ulang tahun kabupaten Kepulauan Talaud dirayakan pada tanggal 19 Juli, sebagai hari ulang tahun jabatan bupati yang defenitif.

kabupaten kepulauan Talaud


Kabupaten Kepulauan Talaud adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia dengan ibu kota Melonguane. Kabupaten ini berasal dari pemekaran Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud pada tahun 2000. Kabupaten Kepulauan Talaud terletak di sebelah utara Pulau Sulawesi. Wilayah ini adalah kawasan paling utara di Indonesia timur, berbatasan dengan daerah Davao del Sur, Filipina di sebelah utara. Jumlah penduduknya adalah 91.067 jiwa.
Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan daerah bahari dengan luas lautnya sekitar 37.800 Km² (95,24%) dan luas wilayah daratan 1.251,02. Terdapat tiga pulau utama di Kabupaten Kepulauan Talaud, yaitu Pulau Karakelang, Pulau Salibabu, dan Pulau Kabaruan.
Kondisi Kabupaten Kepulauan Talaud termasuk dalam 199 daerah tertinggal di Indonesia dan masih terisolir karena berbagai keterbatasan infrastruktur dasar, ekonomi, sosial budaya, perhubungan, telekomunikasi dan informasi serta pertahanan keamanan.
Kondisi Khusus
1. Administrasi
Secara administratif Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Utara. Merupakan pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Sangihe menurut UU No. 8 tahun 2002 dan terdiri dari 20 pulau. Kabupaten Kepulauan Talaud dibagi dalam 19 kecamatan (pemekaran dari 17 kecamatan, 5 kecamatan baru diresmikan tahun 2007), 11 kelurahan, 142 desa (pemekaran dari 107 desa, 35 desa baru diresmikan tahun 2007). Sesuai dengan kondisi dan pembobotan/penilaian kriteria desa tertinggal oleh Kementrian Negara PDT, desa sangat tertinggal berjumlah 48 desa (34 %), desa tetinggal 72 desa (54%) dan desa maju 17 desa (12%). Ibu kota kabupaten yaitu Melonguane terletak di sisi selatan pulau Karakelang.
2. Kependudukan
Keadaan penduduk sampai dengan tahun 2008 berjumlah 84.967 jiwa. Laki-laki berjumlah 43.282 jiwa dan perempuan berjumlah 41.685 jiwa. Jumlah KK miskin adalah 6.159 (26,8%), dan jumlah pencari kerja 1.114 orang.
3. Pendidikan
Kondisi pendidikan dilihat dari jumlah prasarana yakni :
– TK 84 Unit
– SD 114 Unit
– SMP 30 Unit
– SMU 9 Unit
– SMK 7 Unit
– SD/SMP Satu Atap 7 Unit
– Perguruan Tinggi 2 Unit, yaitu :
4. Kesehatan
Kabupaten Kepulauan Talaud telah memiliki fasilitas kesehatan berupa 2 unit RSUD tipe C di Melonguane dan Gemeh, puskesmas 19 unit, pustu 36 unit. Jumlah tenaga medis sangat terbatas.
Kondisi Perekonomian Daerah
Kinerja Pembangunan Ekonomi Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2007, yang dinyatakan melalui Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Kontan (PDRB ADHK) dengan tahun dasar 2000 dan Domestik Regional Bruto berlaku [DRB ADHB) Kabupaten Kepulauan Talaud, meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 nilai PDRB atas Harga konstan sebesar Rp. 407,541,2 juta kemudian meningkat menjadi 554,300,0 juta pada tahun 2007. PDRB atas harga berlaku meningkat lebih cepat dibanding atas harga konstan. Keadaan ini mengindikasikan peningkatan harga barang dan jasa ditingkat produsen lebih cepat dibanding produksi barang dan jasa bersangkutan. Secara umum Perekonomian Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2007 tumbuh positif. Sektor yang paling tinggi pertumbuhannya ialah sektor bangunan sebesar 14,56 persen, diikuti oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 9,38 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 8,43 persen. Sedangkan sektor yang paling rendah pertumbuhannya adalah sektor pertanian sebesar 4,05 persen. Bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara sebesar 6,47 persen, terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kepulauan Talaud sebesar 6,21 persen masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara. Kondisi ini mengindikasikan bahwa Kabupaten Kepulauan Talaud terus bekerja keras untuk tidak semakin tertinggal dari daerah lain yang terus melaju pesat.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2007 yang ditunjukkan oleh pertumbuhan PDRB atas harga konstan dengan tahun dasar 2000 mengalami pertumbuhan sebesar 6,21 persen dari tahun sebelumnya sebesar 5,32 persen. Struktur ekonomi tahun 2007 tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya dari kontribusi sektor terbesar sampai terkecil dan asumsi sektor ini akan dibagi dalam 3 kelompok :
– Kelompok sektor primer
– Kelompok sektor sekunder
– Kelompok sektor tersier
Kelompok sektor primer terdiri dari sektor pertanian serta sektor perdagangan dan penggalian. Kelompok sektor sekunder terdiri dari 3 sektor, masing-masing sektor industri pengolahan, kemudian sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor bangunan. Selanjutnya kelompok sektor tersier terdiri dari empat sektor yaitu: sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa.
Kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud pada tahun 2007 menempati urutan pertama sebesar 48,86 persen dengan pertumbuhan sebesar 4,05 persen. Subsektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB tahun 2007 yaitu subsektor tanaman perkebunan sebesar 34,06 persen dengan pertumbuhan 4,36 persen. Kemudian disusul masing-masing subsektor perikanan sebesar 6,69 persen, subsektor tanaman bahan makanan sebesar 6,54 persen dan subsektor peternakan dan hasil-hasilnya sebesar 1,42 persen dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 1,44 persen dan 1,04 persen. Sedangkan subsektor kehutanan mempunyai pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan subsektor lainnya dimana tahun 2007 pertumbuhannya sebesar 16,19 persen tetapi peranannya dalam pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud relatif sangat kecil. Sektor pertambangan dan penggalian menempati urutan kedua dalam sisi pertumbuhan yaitu sebesar 9,38 persen pada tahun 2007, namun kontribusi dalam pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud masih relatif kecil yaitu hanya sebesar 2,21 persen. Kontribusi ini hanya disumbangkan oleh subsektor penggalian sedangkan subsektor pertambangan tidak memberi kontribusi terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud. Kontribusi kelompok primer terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2007 sebesar 51,07 persen. Jika dibandingkan tahun 2006 sebesar 51,85 persen berarti pada tahun 2007 kontribusi kelompok primer terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud berkurang dengan nominal 0,78 persen. Sektor industri pengolahan tahun 2007 sebesar 6,77 persen dengan kontribusi terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud sebesar 2,19 persen. Sampai saat ini kelompok subsektor industri tanpa migas merupakan penyumbang satu-satunya dalam sektor industri pengolahan. Sektor listrik, gas dan air minum memiliki kontribusi terkecil pada pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud dibandingkan dengan sektor lain yaitu hanya sebesar 0,31 persen dengan pertumbuhan sebesar 4,22 persen. Kontribusi terhadap pembentukan PDRB yang terbesar pada sektor ini diberikan oleh subsektor listrik sebesar 0,24 persen dengan pertumbuhan 4,06 persen. Sedangkan subsektor air minum kontribusinya dalam pembentukan PDRB sebesar 0,01 persen dengan pertumbuhan 6,62 persen. Subsektor gas tidak memiliki kontribusi terhadap pembentukan PDRB Kaupaten Kepulauan Talaud. Pertumbuhan sektor bangunan menempati urutan pertama pada tahun 2007 yaitu sebesar 14,56 persen. Kontribusi sektor ini dalam pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud sebesar 91,5 persen. Secara umum kontribusi kelompok sekunder terhadap pembentukan PDRB tahun 2007 sebesar 12,01 persen.
Jika dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 11,26 persen berarti pada tahun 2007 terjadi peningkatan konstribusi kelompok sektor sekunder terhadap pembentukan PDRB sebesar 0,75 persen. Kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2007 menempati urutan ketiga dalam pembentukan Kabupaten Kepulauan Talaud sebesar 10,64 persen dengan pertumbuhan sebesar 8,43 persen. Subsektor yang memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud adalah subsektor perdagangan besar dan eceran sebesar 9,54 persen dengan pertumbuhan 8,54 persen sedangkan subsektor hotel dan restoran kontribusinya terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud relatif masih sangat kecil, dimana subsektor hotel menyumbang 0,16 persen dan subsektor restoran menyumbang 0,91 persen dengan pertumbuhan masing-masing subsektor Kabupaten Kepulauan Talaud 10,16 persen dan 7,25 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi selama tahun 2007 tumbuh sebesar 6,86 persen dengan kontribusi terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud sebesar 6,34 persen, disusul kontribusi sektor angkutan jalan raya sebesar 0,69 persen dengan pertumbuhan sebesar 7,20 persen sedangkan subsektor angkutan udara dan subsektor jasa penunjang angkutan jalan sumbangannya terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud masing-masing sebesar 0,12 persen dan 0,19 dengan pertumbuhan sebesar 12,38 dan 7,09 persen. Subsektor Pos dan telekomunikasi serta subsektor jasa penunjang angkutan memiliki kontribusi dalam pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2007 masing-masing sebesar 0,08 dan 0,19 persen dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 6,82 dan 6,69 persen. Subsektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan memiliki kontribusi terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud sebesar 5,94 persen dengan pertumbuhan sebesar 7,88 persen. Subsektor Bank memberikan kontribusi paling besar terhadap pembentukan sektor yaitu sebesar 3,43 persen dengan pertumbuhan sebesar 7,36 persen, kemudian disusul subsektor sewa bangunan sebesar 2,37 persen, jasa perusahaan sebesar 0,69 persen dan lembaga keuangan tanpa Bank sebesar 0,05 persen dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 9,12 persen, 6,48 persen dan 5,11 persen. Sektor jasa selama tahun 2007 memberikan kontribusi kedua terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud sebesar 14,03 persen dengan pertumbuhan sebesar 6,47 persen. Subsektor pemerintahan umum paling besar kontribusinya terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud yaitu sebesar 10,78 persen dengan pertumbuhan sebesar 7,26 persen. Kontribusi ini disumbangkan oleh subsektor administrasi dan perusahaan, subsektor swasta hanya memberikan kontribusi sebesar 3,25 persen dengan pertumbuhan sebesar 3,87 persen, dimana sektor sosial kemasyarakatan, subsektor hiburan dan rekreasi serta perorangan dan rumah tangga masing-masing memberi kontribusi sebesar 1,94, 0,08 dan 1,23 persen terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 3,94, 3,49 dan 3,80 persen. Sektor tersier terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2007 sebesar 36,92 persen. Jika dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 36,89 persen berarti tahun 2007 kontribusi kelompok sektor tersier terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud bertambah dengan nominal 0,03 persen. PDRB perkapita Kabupaten Kepulauan Talaud secara umum mengalami peningkatan, pada tahun 2006 sebesar Rp. 6.861.151 meningkat sebesar 8,03 persen menjadi Rp. 7.411.815 pada tahun 2007.